Pak, Putri Kecilmu Merindu
Teruntuk Bapak yang tak
tertandingi
Mengapa engkau selalu
melarangku untuk menyeka peluhmu barang sebentar saja, Pak? Diam-diam aku kerap
membuatkan teh hangat sebelum jam pulang kerja Bapak tiba. Bapak mau
meminumnya, lalu berkata “Sudah, Nduk (bahasa Jawa, panggilan untuk anak
perempuan). Besok-besok biar Ibu saja yang membuatkan teh. Bapak tahu kamu
capek. Belajar saja buat besok.”
Bapak, aku tak pernah
berhenti terpesona olehmu. Bapak selalu menginginkan dan memberikan yang terbaik
untuk anaknya. Hingga terkadang aku cemburu pada Ibu. Betapa beruntungnya Ibu
mendapatkan laki-laki super seperti Bapak. Mereka bak bidadari surga yang
diizinkan bertemu dan menikmati nikmatnya dunia bersama.
Aku tahu engkau begitu
lelah. Hampir setiap hari mengantarkanku ke sekolah, dengan motor bebek tuanya.
Bukan tak mau anaknya untuk mandiri, hanya saja terlalu khawatir bila putri
kecilnya berjalan sendiri. Tak ada balasan yang dapat kulakukan selain menuruti
perintahmu, Pak. Kini, saat ribuan mil memisahkan raga kita, aku selalu
merindukan kala engkau memboncengiku di motor bebek tuamu, Pak.
Aku tahu betul engkau
begitu lelah. Tapi Bapak masih saja membiarkan dirinya terjaga. Menemaniku
hingga larut malam, saat aku belajar atau menyelesaikan tugas sekolah.
Bapak tak pernah bosan
mengingatkanku untuk berolahraga, meski hanya lari di tempat 10 menit. Bapak
hanya khawatir bila ketika aku dewasa dan akan menjadi seorang ibu, tubuhku
terlalu lemah untuk mempunyai anak. Aku berusaha sebisa mungkin untuk melakukan
itu.
Kini hampir tiap malam aku
tak bisa menahan rindu yang membuncah. Aku menuruti perintahmu, Pak.
Melanjutkan studi di Perguruan Tinggi Negeri, meski berarti harus terpisah
kota.
Bapak, sungguh, aku sangat
rindu. Pak, betapa sesungguhnya aku terhujam rindu. Mendengar suara beratmu
menjadi penawarnya untuk saat ini. Kan kubuktikan, Pak, kelak aku menjadi
putrimu yang akan menggapai mimpi-mimpinya. Really, never ending love for you,
Pak.
Putrimu yang selalu merindu.
No comments: